8 Bulan Terlantar, 297 Buruh Perkebunan Dievakuasi ke Gereja Katolik


Sebanyak 207 buruh sawit PT Agrolestari Sentosa asal Nusa Tenggara Timur yang terlantar selama delapan bulan di Jalan Badak, Palangka Raya, dievakuasi ke gereja katedral Katolik. Pemindahan dilakukan dengan pengamanan dari pihak Polres Palangka Raya.

Evakuasi menggunakan beberapa kendaraan milik kepolisian maupun dari berbagai pihak lainnya. Semua barang­barang milik para buruh juga dibawa. Sebelumnya, para buruh sawit asal Nusa Tenggara Timur (NTT) tinggal di tempat pengungsian sejak September 2015. Saat ini mereka ditampung di gedung serba guna “Tjilik Riwut” Katedral Santa Maria, Palangka Raya.

“Kami evakuasi agar mereka bisa bertahan hidup, kami merasa kehidupan mereka di penampungan tidak layak lagi,” ungkap pastor paroki Katedral Santa Maria Palangka Raya Patrisius Alu Tampu, di sela­sela evakuasi, Selasa (26/4/2016)

Para buruh tinggal di pengungsian sebagai bentuk protes mereka terhadap perusahaan karena merasa tidak mendapatkan haknya. Awal September 2015, para buruh diadvokasi oleh pihak Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI).

“Para buruh sudah mencabut hak kuasa KSBSI, gereja hadir dalam rangka kemanusiaan saja, mereka kami tamping dan beri makan juga perlindungan, soal proses hukum bukan urusan kami lagi,” kata Tampu.

Vivat Internasional Indonesia­Timor Leste merupakan organisasi gereja Katolik yang bergerak di bidang kemanusiaan. Mereka juga membantu paroki Palangkaraya untuk memindahkan dan memberikan berupa makanan dan lainnya.

“Kami senang dengan dipindahnya mereka ke gereja mereka menjadi lebih aman, dan ternyata begitu banyak perhatian dari berbagai macam pihak yang datang,” kata Koordinator Vivat Internasional Suster Theresia Din, SsPS.

“Kami sudah kesusahan selama ini, kami bingung mau lari ke mana, kami sudah menyerah di sini dan mau pulang,” ungkap salah satu buruh asal Manggarai Barat, NTT, Ludofikus Taek (80) yang sudah enam tahun bekerja di PT Agrolesatari Sentosa di Kabupaten Gunug Mas, Kalteng.

Menurut Taek, selama enam tahun bekerja di perusahaan sawit itu ia tidak pernah mendapatkan

jaminan kesehatan. Bahkan, untuk berobat ia harus meminjam uang di koperasi perusahaan yang total hutangnya hingga kini mencapai Rp 12 juta.

Kepala Bidang Hubungan Industrial Dinas Ketanagakerjaan dan Transmigrasi Kalimantan Tengah Kena mengatakan, pihaknya sudah melakukan pemanggilan ke pada pihak perusahaan. Rencananya pemerintah akan melakukan mediasi kembali antara buruh dan perusahaan.

“Sudah dikonfirmasi oleh perusahaan mereka bersedia untuk bertemu dan membicarakan ini di luar jalur hukum,” kata Kena.

Rencananya, pemerintah Kalimantan Tengah akan menjadi mediator antara buruh dan perusahaan. Pertemuan akan dilaksanakan pada Selasa 2 Mei 2016 di kantor Diansketrans Palangka Raya, Kalimantan Tengah.

Popular posts from this blog

Film "Before the Flood" Segera Tayang

Orangutan Jadi Budak Seks untuk Manusia

Cerita yang Hilang di Bawah Hamparan Kebun Sawit