Jurnalis Eksklusif dan Bodrex

Pada kisaran 2013, saya pernah mengobrol dengan Hary Sujardi, seorang tokoh senior jurnalistik Indonesia yang tulisan lebih fokus pada isu lingkungan. Pada saat itu obrolan kami standar saja, berkisar tentang pemahaman jurnalistik dan wartawan, karena kebetulan saya baru saja memasuki dunia jurnalisme dengan menjadi pewarta di salah satu media lokal di Kalteng.

Dalam kegiatan yang digelar oleh WWF itu, jika saya tidak salah dengar, Hary Sujardi menyatakan tidak setuju dengan pengotak-ngotakan profesi wartawan. Dimana ada sebutan wartawan bodrex, wartawan paramex dan lain-lain. Alasan dia, seseorang yang mengumpulkan, menulis, menyinting, dan mempublikasikan sebuah data, fakta dan informasi untuk orang lain secara teratur sudah menjadi seorang pewarta. Meskipun dia tak memiliki media yang berbadan hukum. Lebih detailnya dan tepatnya penjelasan pak Hary itu saya lupa.

Sebelumnya, sebagai anak baru maka wajarlah sebagai wartawan saya merasa diri eksklusif. Karena bekerja di perusahaan pemberitaan dan mengantongi kartu anggota organisasi wartawatan, saya merasa bahwa diri saya adalah wartawan yang sesungguhnya. Belakangan saya baru mulai berfikir dan mencari informasi, apa profesi jurnalis atau wartawan itu.

Saya kemudian menemukan sejumlah defenisi jurnalisme menurut para ahli. Fraser Bond dalam bukunya, “An introduction to Journalism,” terbitan tahun 1961, mengatakan: Jurnalistik adalah segala bentuk yang membuat berita dan ulasan mengenai berita agar sampai pada kelompok pemerhati. Kemudian, Roland E. Wolseley dalam bukunya UndeJurnalistik adalah pengumpulan, penulisan, penafsiran, pemrosesan dan penyebaran informasi umum, pendapat pemerhati, hiburan umum secara sistematik dan dapat dipercaya untuk diterbitkan pada SK, majalah dan disiarkan stasiun siaran.

Ahli lokal yakni Adinegoro dalam buku: “Hukum Komunikasi Jurnalistik,” karya M. Djen Amar terbitan tahun 1984, mengatakan: Jurnalistik adalah semacam kepandaian mengarang yang pokoknya memberikan pekabaran pada masyarakat dengan selekas-lekas’a agar tersiar luas. Lalu Astrid Susanto dalam bukunya: ,”Komunikasi massa,” terbitan tahun 1986, menyebutkan: dalam Jurnalistik adalah kegiatan pencatatan dan atau pelaporan serta penyebaran tentang kegiatan sehari-hari.

Sementara Onong Uchjana Effendy dalam bukunya: “Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi,” terbitan tahun 1993 menyebutkan, Jurnalistik adalah teknik mengelola berita mulai dari mendapatkan bahan sampai menyebarluaskannya kepada masyarakat. Kemudian Djen Amar bukunya: “Hukum komunikasi Jurnalistik,” terbitan tahun 1984 mengatakan: Jurnalistik adalah kegiatan mengumpulkan, mengolah dan menyebarkan berita kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya.

Dari defenisi itu saya menarik kesimpulan bahwa aktivitas mencari, mengumpulkan, mengolah, menyunting dan menyiarkan informasi agar diketahui khalayak merupakan satu kegiatan seorang wartawan.

Kembali pada era perang kemerdekaan Republik Indonesia. Media Massa saat itu berdasarkan berberapa refrensi mempunyai peranan cukup penting. Wartawan pada era itu (yang punya andil memerdekakan Indonesia) tidak ikut dalam organisasi pers apapun. Bahwa media yang mereka gunakan hanya berupa selembar kertas yang dicetak informasi perlawanan rakyat. Bahkan banyak diantaranya tidak berbadan hukum. Namun mereka adalah wartawan, jurnalisme itu.

Dari fakta dan data yang ada, saya akhirnya setuju dengan pendapat Hary Sujardi. Bahwa seorang jurnalis tak perlu mengeklusiftaskan dirinya dengan menyebut orang-orang dengan media yang-mohon maaf- terbit tak teratur adalah wartawan bodrek. Lalu hal ini diikuti dengan aktivitas penolakan lembaga pemerintah maupun non pemerintah terhadap eksistensi mereka.

Pada UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Kebebasan PERS disebutkan, seorang wartawan berhak mencari, mengumpulkan, mengolah dan menyiarkan berita. Kemudian disebutkan perusahaan Pers adalah badan hukum yang menyelenggarakan usaha Pers.

Popular posts from this blog

Film "Before the Flood" Segera Tayang

Orangutan Jadi Budak Seks untuk Manusia

Cerita yang Hilang di Bawah Hamparan Kebun Sawit