Aku Pulang Hei Surakarta ...

‘Senja adalah semacam perpisahan paling mengesankan” tulis Seno Gumira Ajidarma dalam karyanya yang berjudul “Senja dan Sajak Cinta.” Tapi tak begitu untukku hari ini, hujanlah yang membuat suasana seperti sebuah melodrama.


Dalam perjalanan menuju Bandara Adi Sucipto Solo, langit di atas Pulau Jawa bagian tengah, tak berhenti menjatuhkan tetes demi tetes air. Suasana hening di dalam bus berpadu menjadi suatu irama yang begitu menenangkan, membawa kesan kerinduan pada sebuah kota.

Bagaimanapun, ada kesan yang luar biasa selama 3 hari berada di Solo. Kota bersejarah yang menyimpan cerita era kejayaan kerajaan, dan era ketika Kolonial Belanda, berusaha menguasai Nusantara. Sebuah kota yang kini menuliskan sejarah tersendiri untukku.

Entahlah nanti, tapi kini aku sudah mulai rindu ketika saat mengayuh sepeda menyusuri sejarah kota yang menjadi tempat presiden indonesia Ir Joko Widodo mengawali karir politiknya. Melihat bagunan bergaya Eropa, De Javasche Bank (DJB), yang kini menjadi milik Bank Indonesia.

Ke pasar Gede dan melihat bagaimana kekuatan Pakubuwono X dalam menegakan aturan namun tetap mengedepankan perekonomian di wilayahnya. Mendapati Masjid Agung Keraton Kasunanan dengan arsitektur bagunan bergaya campuran antara Islam dan Hindu. Dan yang terutama, semua ini ditapaki bersama orang-orang luar biasa.

Aku pulang, hei ... Surakarta. Semoga suatu hari kita akan bersua lagi, meski mungkin ketika saat itu, semuanya berbeda. Tapi, yang pertama tetap memberi kesan berbeda. Sama seperti ketika kita jatuh cinta untuk peratama kalinya.

(Nanti disambung, udah mau flight ... )

Popular posts from this blog

Film "Before the Flood" Segera Tayang

Orangutan Jadi Budak Seks untuk Manusia

Cerita yang Hilang di Bawah Hamparan Kebun Sawit