Walhi Tuntut BHP Biliton Bayar Utang Kepada Kalimantan Tengah

Meski telah meninggalkan Kalimantan Tengah, perusahaan besar pertambangan, BHP Billiton, masih mempunyai utang. Salah satunya, ganti rugi kepada masyarakat suku Dayak Murung dan Dayak Haju di Kabupaten Murung Raya.


BHP Biliton di Indonesia dikenal dengan IndoMet Coal Project (kini telah diakuisisi PT Adaro Energy). Menguasai 7 konsesi PKP2B, dengan luasan lahan mencapai kurang lebih 350.000 hektare di wilayah Kalteng dan Kaltim.

Dua perusahaanya di Kalteng berada di Kabupaten Murung Raya, yakni Lahai Coal di Kecamatan Laung Tuhup, dan Maruwei Coal di hulu sungai Beriwit. Dua perusahaan ini masih memiliki hutang, yaitu masalah yang belum diselesaikan.

Maruwei Coal diduga mengakibatkan pencemaran di Sungai Beriwit, sungai yanh menjadi sumber air masyarakat setenpat. Hal itu diketahui setelah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng melakukan uji laboratorium sampel air darisana.

Kemudian Lahai Coal juga memiliki masalah yang berakibat pada terancamnya kehidupan masyarakat. Dimana pada sekitaran Juni lalu, dua kolam pengendapan (settling pond) di tambang haju milik perusahaan itu jebol. Akibatnya, terjadi banjir limbah limpasan air asam tambang ke sungai.

Saat rapat pemegang saham (Annual Gerenal Meeting) yang dilaksankan di hotel Queen Elizabeth II Conference Centre di Central London, Direktur Walhi Kalimantan Tengah, Ari Rompas menyempatkan menagih hutang perusahaan besar asal Australia ini. Dia menyampaikan langsung kepada Jack Naser (chairman) dan Andrew McKenzie (chief executive) BHP Biliton.

“Ini adalah salah satu upaya yang dilakukan bersama dengan London Mining Network, sebuah organisasi lingkungan yang berpusat di London untuk menyuarakan dampak pertambangan atas lingkungan,” kata Ari Rompas, Selasa (1/11/2016).

Perusahaan besar itu ditagih untuk memenuhi kompensasi terhadap masyarakat di desa Maruwei. BHP Biliton juga diminta mengakui hak masyarakat atas wilayah adatnya.

Kemudian, perusahaan besar itu diharuskan bertanggungjawab terhadap pencemaran sungai beriwit dan, atas jebolnya kolam pembuangan limbah yang mengalir ke sungai beriwit.

Kata Ari, kegiatan yang dilaksanakan 15-21 Oktober 2016 lalu, juga bersamaan dengan tuntutan masyarakat di Brasil. Dimana disana tailing dam yang jebol oleh perusahaan samarco yang merupakan milki BHP Biliton dan Vale, mengakibatkan 19 orang meninggal.

Penulis: Roni Sahala

Popular posts from this blog

Film "Before the Flood" Segera Tayang

Orangutan Jadi Budak Seks untuk Manusia

Cerita yang Hilang di Bawah Hamparan Kebun Sawit